Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

 Menikmati Ibadah yang Menyentuh

(Naskah Khotbah tentang Penyembahan)

cara beribadah dengan hati
Image by StockSnap from Pixabay


“Khotbah Kristen tentang Ibadah (Worship)”

 


 

PENDAHULUAN

­Anak-anak muda, sering mengalami hal ini.  Bagi anda yang sudah dewasa, juga dulu pernah mengalami hal ini.  Yaitu saat-saat anda jatuh cinta. 

 

Anda menyukai seseorang, lalu anda mencoba mendekati si dia.  Tetapi ketika sudah berada di dekatnya, dan anda mencoba membicarakan sesuatu, rasanya susah sekali.  Kadang-kadang pembicaraannya menjadi begitu membosankan, kadang-kadang anda sama sekali tidak tahu berbicara apa dengan si dia.  Susah sekali untuk merasa dekat dengan si dia.  

 

Walaupun anda berada sangat dekat dengan pujian hati saudara, tetapi anda tidak merasa dekat dengan dia.  Anda merasa tidak ter-connect (tidak tersambung) dengan si dia. 

 

Hal ini terjadi karena komunikasi tidak terjalin dengan baik.  Dalam sebuah hubungan, jika komunikasi tidak terjadi,maka kita tidak akan bisa menikmati hubungan tersebut. 

 

 

Sadarkah kita bahwa Ibadah adalah juga sebuah komunikasi antara dua orang yang saling mencintai, antara Allah yang mencintai anda dengan anda yang mencintai Allah? 

 

Pernahkah anda mengikuti sebuah ibadah, anda berada di sana, ikut memuji Tuhan, tetapi anda tidak merasakan apa-apa? 

 

Anda melihat ke sebelah kiri, heran melihat seseorang yang memuji Tuhan dengan mengangkat tangan. 

 

Anda melihat ke sebelah kanan, ada orang lain yang memuji Tuhan dengan semangat sambil bertepuk tangan. 

 

Di belakang anda, anda mendengar seseorang  memuji Tuhan dengan menangis terharu.  

 

Tetapi anda tidak merasakan apa-apa.  Anda tidak merasakan Tuhan itu dekat dan hadir dalam sebuah ibadah.  Anda merasa tidak ter-hubung (connect) dengan Tuhan.   Apa yang salah?

 

 

KALIMAT PERALIHAN

Bukankah ibadah setiap hari minggu akan begitu menyenangkan, jika anda dapat selalu merasakan Tuhan hadir dan dekat dengan anda? 

 

Bukankah indah jika setiap hari minggu, di dalam ibadah anda dapat merasakan Tuhan menyentuh hati mu, dan anda pulang dengan mendapatkan berkat Tuhan?

 

Mari kita melihat seorang tokoh dalam Alkitab, seorang wanita, yang walau ia hanya mengunjungi Tuhan Yesus secara singkat, tetapi ia merasakan bahwa ia begitu dekat dengan Tuhan, ia merasa dapat diterima oleh Tuhan apa adanya, dan Tuhan mengubahkan hidupnya. 


Mari kita merenungkan dari Lukas 7:36-50.

 

36 Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan.

37 Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi.

38 Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.

39 Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: "Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa."

40 Lalu Yesus berkata kepadanya: "Simon, ada yang hendak Kukatakan kepadamu." Sahut Simon: "Katakanlah, Guru."

41 "Ada dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh.

42 Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?"

43 Jawab Simon: "Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Kata Yesus kepadanya: "Betul pendapatmu itu."

44 Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya.

45 Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku.

46 Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.

47 Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih."

48 Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: "Dosamu telah diampuni."

49 Dan mereka, yang duduk makan bersama Dia, berpikir dalam hati mereka: "Siapakah Ia ini, sehingga Ia dapat mengampuni dosa?"

50 Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu: "Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!"

 

 

ISI

Kita perlu memperhatikan dengan seksama ayat 37-39 saja untuk hari ini.

 

Karena apa yang dilakukan wanita ini adalah apa yang perlu kita teladani untuk dapat merasakan kedekatan dengan Tuhan di dalam setiap ibadah.   

 

#1  Harus direncanakan (ay. 37)

 

Hal pertama yang harus kita sadari adalah, perempuan ini merencanakan pertemuannya dengan Tuhan Yesus.  Ini adalah sebuah rencana yang dilaksanakan, bukan kejadian tiba-tiba.  Dia tahu bahwa Tuhan Yesus berada di rumah Simon, kemudian ia mempersiapkan diri, lalu ia pergi ke sana, untuk bertemu dengan Tuhan (ay. 37).

 

Masalahnya seringkali kita merasa bahwa perasaan bahwa Tuhan itu hadir di dalam ibadah, perasaan bahwa Tuhan itu begitu dekat dengan kita dalam sebuah ibadah, terjadi secara tiba-tiba, tanpa bisa diduga-duga sebelumnya. 

 

Kadang-kadang kita bisa merasakan Tuhan hadir dan begitu dekat dengan kita, kadang-kadang tidak.   Mungkin kita merasa bahwa minggu lalu Tuhan ingin bertemu dengan kita, tetapi minggu ini mungkin tidak.

 

Memang benar bahwa di dalam Alkitab dicatat juga cerita tentang orang-orang yang bertemu dengan Tuhan secara pribadi tanpa mereka rencanakan sebelumnya.  Dan memang setiap orang percaya memiliki waktu di mana ia bertemu dengan Tuhan secara pribadi tanpa diduga-duga. 

 

(Ada yang bertemu dengan Tuhan di gereja, di RS, di rumah duka, di pinggir sungai, di pinggir jalan, dll.). 

 

Tetapi, jika kita rindu dapat bertemu secara pribadi dengan Tuhan secara rutin, saya percaya kita perlu untuk merencanakan pertemuan kita dengan-Nya.

 

 

Semakin hari semakin saya sadari, ada banyak orang datang beribadah tanpa tujuan untuk bertemu dengan Tuhan secara pribadi. 

 

Ada yang datang beribadah karena sudah kebiasaan, ada yang datang karena tekanan teman-teman (di telp, diingatkan, dijemput),

 

Atau ada yang datang karena memiliki bagian dalam pelayanan (mungkin sebagai WL, singer, penyambut, atau lainnya). 

 

Tetapi kita seringkali bisa lupa bahwa alasan kita datang untuk beribadah adalah untuk bertemu dengan Tuhan. 

 

 

 

Maka tidak heran, ketika kita datang ke ibadah tanpa tujuan yang benar, kita bertanya-tanya, “Mengapa aku tidak merasakan apa-apa?” 

 

Masalahnya adalah kita bisa jadi berencana untuk datang mengikuti ibadah, tetapi tidak berencana untuk datang menemui Tuhan. 

 

Yeremia 29:13, mengatakan apabila kita mencari Tuhan, maka kita akan bertemu dengan Tuhan, tetapi hanya apabila kita memang mencari Tuhan dengan segenap hati.


 

Maka rencanakanlah untuk bertemu dengan Tuhan setiap minggu, bukan hanya untuk mengikuti sebuah ibadah gereja.

 

Persiapkanlah segala sesuatu yang diperlukan untuk bertemu dengan Tuhan, bukan hanya baju yang akan kita pakai, tetapi juga terutama hati kita. 

 

 

Lagipula, kata “ibadah” sendiri di dalam Alkitab bukan berarti datang untuk mengikuti sebuah rangkaian acara ibadah, tetapi memang datang untuk bertemu dengan Tuhan. 

 

Dalam PL, kata “ibadah”: hx'v' Syakha, yang berarti datang sujud menyembah di hadapan seorang raja.

 

Dalam PB, kata “ibadah”: proskune,w Proskuneo, datang mendekati seorang kaisar untuk untuk mencium kakinya.

 

Maka, apakah selama ini kita sudah datang beribadah untuk bertemu dengan Tuhan, Raja kita, untuk sujud menyembah Dia dengan tulus?

 

Apakah kita rindu untuk datang menyembah Tuhan sampai ingin mencium kaki-Nya? 

 

 

Hal ini akan terlihat dalam cara kita beribadah.  Seperti:

 

  • Apakah kita terlambat datang beribadah? 
  • Apakah kita memakai pakaian yang pantas? 
  • Apakah kita mengikuti ibadah dengan sikap yang sepatutnya?

 

Mari kita belajar untuk merencanakan pertemuan kita dengan Tuhan setiap kali kita akan beribadah.

 

 

#2  Menjadikannya pengalaman pribadi (ay. 38)

 

Hal kedua yang juga penting adalah bagaimana wanita ini mendekati Tuhan Yesus dengan cara yang pribadi.  Dia tidak mendekati Tuhan dengan cara yang sama dengan yang orang lain lakukan.  Ia mendekati Tuhan dengan cara yang keluar dari hatinya sendiri. 

 

Dia menggunakan rambutnya, air matanya, segala keberadaannya untuk mendekati Tuhan Yesus dan menyatakan rasa kasihnya kepada Tuhan. 

 

Cara ini jelas tidak cocok apabila dilakukan Simon, tuan rumah.  Tetapi bagi wanita ini, ini adalah cara yang cocok untuknya, sesuai dengan isi hatinya.

 

 

Kadangkala kita salah mengerti bahwa ibadah yang di mana Tuhan menyentuh kita secara mendalam dan pribadi akan terjadi ketika kita melakukan apa yang orang lain lakukan.  Orang ini tampak berhasil dalam menyembah Tuhan di dalam ibadah, maka harus kita tiru caranya. 

 

Ia memuji Tuhan dengan semangat, saya juga.  Ia bertepuk tangan, saya juga.  Ia mengangkat tangan, saya juga.

 

 

Ilustrasi:

Ada sebuah cerita menarik tentang seorang pria bernama Christian, yang menyukai seorang wanita bernama Lucy.  Christian adalah seorang pria yang tampan, tetapi ia tidak pintar dalam hal berkata-kata.  Maka Christian meminta pertolongan seorang temannya, yang tidaklah tampan, tetapi pintar dalam hal berkata-kata, untuk menuliskan surat cinta kepada Lucy.

 

Ternyata secara diam-diam, teman Christian ini juga jatuh cinta kepada Lucy..  Surat di balas surat, dan seterusnya, dan hal ini terjadi beberapa lama.  Akhirnya, yang terjadi adalah Lucy jatuh cinta kepada teman dari Christian, bukan kepada Christian.

 

Mengapa bisa demikian? Dimanakah salahnya Christian?

Yaitu karena Christian mencoba menyatakan perasaan cintanya kepada Lucy dengan memakai cara dan perkataan orang lain. 

 

 

Hal ini juga lah yang seringkali dilakukan orang-orang percaya ketika beribadah.  Kita mungkin juga mencoba memakai cara-cara orang lain untuk mengungkapan perasaan pribadi kita kepada Tuhan. 

 

 

Saya pernah membaca tentang seorang hamba Tuhan yang terkadang tidak memuji Tuhan dengan cara menyanyi dengan mengeluarkan suara.  Yang terkadang ia lakukan adalah memakai kata-kata dalam syair lagu tersebut untuk berdoa kepada Tuhan.  Jadi terkadang ia tidak bernyanyi, ia berdoa dengan kata-kata dari syair lagu.   Baginya, hal ini adalah ungkapan pribadi untuk ia lakukan dalam beribadah. 

 

Lalu, apakah ini berarti bahwa setiap dari kita harus mencari cara-cara kita sendiri secara unik untuk menyembah Tuhan?  Tidak harus demikian.   Namun jangan asal sekedar meniru metode orang lain.

 

Yang saya maksudkan adalah jadikanlah ibadah itu benar-benar sebuah pengalaman pribadi.  Apapun cara-cara yang kita pakai, biarkanlah itu keluar dari hatimu. 

 

  • Ketika orang lain (WL atau pengkhotbah) memimpin berdoa, jadikanlah kata-kata doa dia, menjadi kata-kata doa dirimu sendiri.  Katakan kepada Tuhan, benar Tuhan, apa yang ia doakan.
  • Ketika kita memuji Tuhan, jadikanlah syair pujian itu sebagai kata-kata hatimu, jadikanlah itu seolah-olah lagu ciptaanmu sendiri.

 

Jadikanlah sebuah ibadah sebagai sebuah pengalaman pribadi untuk bertemu dengan Tuhan, walaupun kita sedang berada bersama-sama di ruangan ibadah.

 

 

#3   Melakukannya dengan hati yang penuh (ay. 38-39)

 

Apa yang dilakukan wanita ini ketika bertemu dengan Tuhan Yesus, adalah ia lakukan dengan hati yang penuh, perasaan yang tertumpah keluar.  Dia tidak menahan dirinya ketika mengungkapkan perasaan kasihnya kepada Tuhan nya.  Walaupun ia pasti menyadari bahwa melakukan hal semacam ini di tengah-tengah keramaian, jelas bukan hal yang enak untuk dilihat.

 

Kita seringkali lebih perduli dengan apa yang orang lain pikirkan, daripada apakah kita sudah secara cukup menyatakan kasih kita kepada Tuhan. 

 

Kita seringkali menahan diri secara emosional ketika sedang beribadah.  Ada orang yang begitu terhanyut dalam pujian penyembahan, sampai ia menangis, tetapi tiba-tiba ia sadar ia sedang di tengah keramaian, maka menahan diri untuk tidak menangis. 

 

Ada yang merasa tergerak untuk mengangkat tangan ketika memuji Tuhan, tetapi oleh karena ehem2 atau lirikan tajam dari teman sebelah, tangannya otomatis menurun.

 

 

Apakah yang sebenarnya Tuhan ingin kita lakukan dalam beribadah? 

 

Markus 12:30 mengatakan “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” 

 

Dapatkah kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, segenap kekuatan, apabila kita menahan diri secara emosinal?

 

Mari kita belajar untuk tidak menahan diri secara emosional, apabila kita datang untuk menyembah Tuhan.  Hal ini berarti tidak perduli dengan apa yang orang lain mungkin pikirkan, saya ingin menyembah Tuhan dengan hati yang penuh. 

 

Apabila kita bersikap malu-malu ketika menyembah Tuhan, kita sudah tidak menyembah Tuhan dengan cara seperti yang Tuhan mau, yaitu dengan segenap hati, dengan hati yang penuh.

 

 

#4  Menjadikannya sebagai pertemuan yang berharga (ay. 37-39)

 

Yang terakhir adalah wanita ini bertemu dengan Tuhan Yesus dengan sebuah penghargaan yang besar.  Ia tidak menganggapnya sebagai sebuah sesuatu yang murahan dan bisa ditemui di mana saja.  Ia rela melakukan apapun untuk dapat bertemu dengan Tuhan yang ia kasihi. 

 

Bahkan memang ada beberapa harga yang harus ia bayar.

 

Secara material, jelas ia memberikan minyak wangi yang sangat mahal. 

 

Secara waktu, pasti ia harus mengatur waktu untuk dapat bertemu dengan Tuhan. 

 

Secara emosional, ada perasaan malu juga yang mungkin ia rasakan.  


Ia tahu, sebagaimana Simon dan juga orang lain tahu, bahwa dirinya bukanlah perumpaan baik-baik.  Berada di tengah keramaian seperti itu adalah sesuatu yang tidak nyaman bagi dirinya.

 

 

Saya baru-baru ini menyadari bahwa ini juga adalah perasaan-perasaan yang mungkin juga  dimiliki oleh beberapa orang Kristen, dan perasaan inilah yang membuat ia menjadi berat untuk melangkahkan kaki ke gereja untuk beribadah. 

 

Ia merasa saya masih merokok, saya masih suka berbohong, saya masih suka marah-marah, saya tidak layak berada di dalam gereja.  Tetapi bagi Tuhan, semua kita layak. 

 

Sebagaimana Tuhan menerima perempuan ini apa adanya, Tuhan juga menerima kita apa adanya.  Ia akan menolong kita mengatasi segala kelemahan dan kebiasaan berdosa kita.  Dan sambil itu berjalan, ia tetap menerima kita di dalam rumah-Nya untuk beribadah.

  

Mungkin ada harga-harga lain yang harus kita bayar untuk datang ke sebuah ibadah.  Untuk setiap dari kita, harganya ini bisa berbeda-beda:

 

Mungkin seharga sebuah toko yang dibuka terlambat, atau ditutup lebih dahulu.

 

Mungkin seharga bangun lebih pagi dari biasanya.

 

Mungkin seharga perasaan tidak nyaman berada di tengah keramaian,

 

Dan lainnya.

 


Namun yang pasti harus kita ingat adalah sebuah kebaktian tidaklah seharga persembahan yang kita berikan.  Lalu, karena kita sudah memberikan persembahan, maka kita merasa sudah cukup untuk membuat kita layak berada di sana, bahkan datang dengan terlambat. 

 

 

Jadikanlah ibadah kita, pertemuan kita dengan Tuhan sebagai sebuah pertemuan setiap minggu pagi (sore) yang sangat berharga.  Jangan mau melewatkannya demi apapun.  Dan apapun yang perlu dibayar, bayarkanlah.

 

 

PENUTUP

Bukankah ibadah setiap hari minggu akan begitu menyenangkan, jika anda dapat selalu merasakan Tuhan hadir dan dekat dengan anda? 

 

Bukankah indah jika setiap hari minggu, di dalam ibadah anda dapat merasakan Tuhan menyentuh hati mu, dan anda pulang dengan mendapatkan berkat Tuhan? 

 

Jangan mau lagi merasakan sebuah ibadah yang hambar. 

 

Jangan mau lagi, mengikuti sebuah ibadah tanpa merasakan apapun, lalu pulang dengan sia-sia. 

 

Maka:

1.       Rencanakanlah pertemuanmu dengan Tuhan secara baik (ay. 37).

2.       Jadikanlah sebuah ibadah sebagai pengalaman pribadi, bukan umum (ay. 38)

3.       Melakukannya dengan hati yang penuh (ay. 38-39)

4.       Menjadikannya sebagai pertemuan yang berharga: rela membayar apapun (ay. 37-38)

 

Mari kita meneladani perumpaan ini dalam usahanya untuk bertemu dengan Tuhan, dan biarlah kita juga seperti dia, memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan dan menjadi berbeda selamanya. 

 

Diterima apa adanya, apapun masa lalunya.  Diampuni dosanya.  Diberikan surga (ay. 48-50).

 

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]